Minggu, 09 Oktober 2016

Sehari di Hunter Valley

Awalnya Hunter Valley sungguh bukan tujuan liburan kami. Kami lebih ingin menyusuri sisi lain dari Sydney tapi bukan Hunter Valley. Tujuan ini bahkan agak dipaksakan oleh kakak ipar saya yang terus menerus mempromosikan Hunter Valley hingga akhirnya dengan terpaksa juga kami iyakan.

Namun, kami sedikit pun tidak menyesal bahkan bersyukur kami mengikuti saran dari kakak ipar. Ngapain aja di Hunter Valley?

  1. Sebel Kirkton. Di tempat ini, kami menikmati buffet breakfast kemudian main di belakang hotel ini untuk menikmati pemandangan padang rumput yang sangat menenangkan hati.
  2. Cheese & wine tasting. Disini kami melakukan wine & cheese tasting lagi-lagi dengan pemandangan yang sangat menyejukkan mata dan hawa pegunungan yang super segar.
  3. Huntervalley Zoo. Mirip seperti Featherdale wildpark, disini kita bisa berinteraksi dengan binatang khas Australia seperti koala, kangoroo, wombat, Tasmanian devil dengan bebas dan juga bisa berfoto dengan bebas pula
  4. Sabor. Tempat ini semacam dessert house yang high class, perlu reservasi sebelumnya karena antrian penuh. Cobalah flame brownies package with wine. Sempurna.
 Try it.. you will never regret..
 

Surga Dunia di New Zealand

Ini liburan kedua saya ke New Zealand. Kepuasannya menurun? sama sekali tidak, malah bertambah-tambah dan tambah. Saya bertekad mengunjungi New Zealand untuk ketiga kalinya suatu hari nanti bersama anak-anak tercinta.

3 Oktober 2016
Pagi ini jam 9.30 pesawat Qantas membawa kami ke surga dunia di Queenstown. Karena perbedaan waktu, kami baru tiba di Queenstown pukul 2.30 sore. Seperti sebelumnya, pesawat Qantas sangat nyaman dan ontime. Seperti biasanya juga, begitu tiba di airport, kami berburu SIM card untuk digunakan selama 5 hari ke depan. Sayang sekali, SIM Card yang saya incar yakni 2 Degrees tidak dijual di bandara Queenstown, akhirnya pilihan pun jatuh kepada Vodafone dengan harga 39 NZD mendapatkan paket data sebanyak 3GB sebulan. 

Setelah itu, kami menuju ke Commercial Pick up zone keluar bandara sekitar 50 meter ke arah kiri untuk dijemput oleh Apex Car Rental yang sudah kami booking sebelumnya via online seharga NZD 152 untuk 5 hari. Lokasi Apex Rental Car sangat amat dekat dari bandara Queenstown sehingga sesaat setelah dihubungi via telepon, mereka segera datang menjemput kami. Kami menyewa mobil Yaris selama di New Zealand. Karena diambil hari Senin pukul 2.45 dan dikembalikan hari Jumat di bandara Christchurch pukul 4 sore maka kami hanya dicharge biaya sewa selama 4 hari dan bukan 5 hari. 

Selama di Queenstown, kami menginap di Novotel yang letaknya sangat strategis di samping danau Wakatipu dan bisa keliling kota Queenstown dengan berjalan kaki. Acara kami hari ini adalah berjalan kaki menikmati kota Queenstown hingga malam hari karena matahari baru terbenam pukul 8 malam serta makan Fergburger yang super legendaris di Queenstown. Kami antri sekitar 15 menit untuk bisa menikmati burger ini. Hari pertama ini juga kami pakai untuk melakukan booking wahana yang kami nikmati esok hari seperti Skyline Gondola dan Shotover Jet.

4 Oktober 2016
Hari ini luar biasa. Paginya kami berkendara menuju Glenorchy dan mampir di Bennet's Lookout untuk menikmati pemandangan Remarkable. Pemandangan sepanjang berkendara menuju Glenorchy memang luar biasa, beberapa teman berkata bahkan melebihi berkendara menuju Milford Sound.
Siangnya kami berjalan kaki menuju stasiun Skyline Gondola dan menikmati makan siang sepuasnya di Stratosfere. Kami sangat puas dengan buffet lunch yang kami nikmati dengan aneka menunya. Sebelum makan siang, kami menyempatkan diri bermain Luge di area ini. It's amazing.. asik banget main luge sambil menikmati pemandangan luar biasa.

Pemandangan dari viewing deck Skyline

Sorenya, kami berjalan kaki lagi ke stasiun tempat bus membawa kami ke area Shotover Jet. Kami diputar 360 derajat sambil menaiki kapal ini.. kerenlah, pengalaman tak terlupakan. 

Malamnya, kami dinner di Flame bar & grill yang antriannya lebih parah daripada Fergburger. Jadi kami hanya reserve dan malamnya jam 9 kembali lagi untuk makan setelah mendapatkan sms. Ini makanan terbaik kami selama di Queenstown.

Ready, set, eatttt...


5 Oktober 2016
It's time to leave Queenstown. Jam 9 pagi kami checkout dan melanjutkan perjalanan ke Lake Tekapo. Tentunya sepanjang jalan kami berhenti melulu untuk photo stop di lake Hayes, makan salmon di Mount cook Alpine Salmon dengan pemandangan Lake Pukaki, New World supermarket hingga akhirnya berhasil tiba di Peppers Bluewater Resort, penginapan kami untuk hari itu. Ini salah satu hotel terbaik yang pernah saya datangi dengan pemandangan villa menghadap Lake Tekapo dan Mount Cook. It's amazing. Kamar kami 2 lantai dilengkapi dapur, kulkas, ruang menonton TV, lengkap dan kerennnn abiz termasuk kamar mandinya.
Pemandangan dari kamar hotel kami di Lake Tekapo

Sore hari jam 4 kami menuju Mt. John Observatory untuk bersantai di Astro Cafe dengan pemandangan super duper spektakuler dari atas sambil menikmati dessert di cafe ini. Again, it's amazing... Btw, untuk naik ke atas Mt. John Observatory ini, di tengah-tengah perjalanan, ada pungutan sebesar 5 NZD untuk terus naik hingga ke atas.

Malamnya, suami saya memutuskan untuk jalan kaki sendirian ke Church of Good Shepherd untuk stargazing. Saya memilih untuk berleha-leha menikmati kamar hotel kami.

6 Oktober 2016
Setelah breakfast di hotel, kami melanjutkan perjalanan menuju Christchurch. Pemandangan menuju Christchurch mirip seperti Auckland, didominasi padang rumput dipenuhi domba-domba. Agak membosankan hingga saya tertidur di perjalanan. Tiba di Christchurch siang hari, kami menuju Riccarton mall. Mall ini sangat ramai oleh pengunjung. Disini saya cukup banyak berbelanja baju kantor di beberapa toko yang sedang discount dan dipastikan bahwa harganya jauh lebih murah disana daripada di Jakarta.

Setelah puas berbelanja, kami menuju ke hotel kami di Ibis Christchurch. Di seberang hotel terdapat Hachi hachi ramen yang rasanya lumayan untuk ukuran lidah Asia. Di belakang hotel terdapat Restart mall/Container mall yang merupakan tujuan turis di Christchurch. Royal botanical Garden juga walking distance dari hotel ini.

7 Oktober 2016
Hari ini cuaca kurang bersahabat dan hujan berganti panas sepanjang hari. Kami memutuskan untuk berjalan-jalan di mall Riccarton (lagi), Royal Botanical Garden dan Hagley Park di saat cuaca cerah.

Tidak terasa, hari sudah sore dan kami menyempatkan diri mengunjungi Air Force One Museum sebelum mengembalikan mobil jam 4 sore dan diantar ke bandara oleh Apex Rental Car. Jam 6.30 pesawat kami kembali menuju Sydney.

Sekedar sharing, saya melakukan kesalahan besar dengan memborong madu di New Zealand. Ternyata madu merupakan barang yang dilarang dibawa ke Australia. Beruntung, saya berhasil melewati custom Sydney dengan selamat, tapi jangan ditiru ya perbuatan saya ini. Saya padahal sudah men-declare madu bawaan saya. Tapi petugas bandara Sydney mungkin kelamaan mendengar jenis barang apa saja yang saya declare sehingga belum selesai saya bicara hingga madu, saya sudah disuruh lewat.

Keseluruhan perjalanan di New Zealand ini buat saya luar biasa. Saya beberapa kali berkata kepada suami saya : "Tuhan pasti sedang sangat bahagia ketika menciptakan New Zealand"

Berlibur ke Sydney

Tulisan ini dibuat sehari setelah kepulangan saya dari Sydney jadi masih dalam kondisi holidayblues.. Anyway, let's back to the reality.

Seperti yang telah diceritakan pada postingan sebelumnya, liburan ke Sydney saya selipkan di sela-sela liburan ke New Zealand. Liburan ke Sydney dibagi menjadi 2x trip karena saya menggunakan visa transit multiple entry. Dengan visa ini, kita bisa mengunjungi Australia 2 x 72 jam dengan hanya membayar biaya administrasi saja, tanpa biaya visa. 

Liburan ini dilakukan bersama suami tercinta dalam rangka 10th anniversary kami jadi nuansanya jauh daripada backpacker ataupun irit-irit. Kami agak royal menghabiskan biaya untuk menginap di hotel-hotel bagus dalam liburan kali ini.

 30 September 2016
Pukul 8.05 malam, pesawat Qantas QF 42 terbang membawa kami ke Sydney. Pesawat sangat ontime dan sepanjang perjalanan kami disuguhi oleh entertainment dan makanan/minuman. Nilai saya untuk Qantas 9 dari 10. Overall sangat baik. 

1 Oktober 2016
Pukul 5.40 pagi kami tiba di Sydney airport. Keunggulan Sydney airport adalah bagasinya yang super duper cepat. Kami sama sekali tidak perlu menunggu untuk mengambil bagasi. Karena ada titipan dari kakak ipar berupa kue lapis, kering kentang dan teman-temannya, kami men-declare semua titipan. Anjing pelacak tidak berhasil mencium semua titipan sehingga kami dengan mudah dapat keluar dari custom.
Setelah keluar, kami langsung antri untuk membeli kartu Optus. Dengan kartu ini, kami dapat melakukan panggilan gratis ke seluruh nomor di Australia dengan harga 10 AUD selama 5 hari. Kenyataannya setelah kembali dari Australia seminggu kemudian, nomor ini masih dapat digunakan dengan aman. So, kesimpulannya Optus sangat recommended digunakan karena ramah terhadap kantong. 

Urusan SIM Card beres, kami segera keluar dari airport, belok ke kanan hingga ada tulisan coach/shuttle bus. Kami bertemu dengan supir dan bagian admin, melakukan tawar menawar untuk mengantar kami hingga ke depan hotel Ibis Sydney Kingstreet wentwharf. Awalnya mereka meminta 40 AUD untuk berdua, namun akhirnya deal di harga AUD 35. Tiba di hotel pukul 07.30, kami menitipkan koper dan segera menuju Hyde Park. Sebelumnya, kami membeli kartu OPAL di 7 Eleven seharga AUD 20 per kartu untuk berkeliling Sydney selama 2 hari. Berkeliling gak jelas di Hyde Park, tepat pukul 9 kami menuju Paddys Market untuk berburu oleh-oleh. Di atas paddys market ada mall yang namanya Mid City. Kami berburu barang-barang Smiggle titipan anak2 disini.

Dari Paddys Market, kami naik light trail menuju Darling Harbour dan makan di resto terkenal di Hurricane Grill. Hurricane Grill buka pukul 12 siang tapi orang sudah antri setengah jam sebelumnya. Makanannya adalah ribs dan steak yang mohon maaf tidak halal. Buat saya steak-nya tidak recommended dan pork ribs-nya sangat mantappppp... 

Karena suami saya tidak tidur semalaman di pesawat, selepas makan siang kami menuju ke hotel untuk check in dan tidur siang hingga jam 4 sore. Bangun tidur, kami segera bergegas menuju Circular Quay untuk menyusuri jalanan sepanjang Opera Sydney dan foto-foto dekat Mrs. Macquire Point. It's so beautiful..

Sydney Opera & Harbour Bridge dari Mrs. Macquire Point


Malamnya, kami makan di restoran yang juga legendaris di Pancake on The Rock. Antri sekitar 30 menit baru mendapat tempat duduk. Dari sini, sebetulnya kami berniat nonton kembang api gratis di Darling Harbour dengan naik feri. Sayang skali, terjadi tragedi salah naik feri sehingga kami entah menuju kemana. Akhirnya baru tiba di darling harbour jam 9.30 malam dan hanya pulang ke hotel dengan jalan kaki tanpa menikmati kembang api.

2 Oktober 2016 
Hari ini hari Minggu, hari dimana kita bisa memanfaatkan transportasi umum apapun di Sydney dengan hanya membayar maksimal 2,5 AUD. Kami pun memanfaatkan sisa OPAL card yang tinggal 5 AUD untuk PP ke Blue Mountain. Sarapan di Mc Donald dengan terburu-buru dekat stasiun Central, kami naik kereta jam 8.18 menuju Katoomba. Perjalanan ditempuh sekitar 2 jam. Setibanya di stasiun Katoomba, kami keluar stasiun, menuju ke arah Subway di depan hotel carrington. Di depan hotel ini, silahkan naik bus 686 menuju Echo Point. Echo Point adalah tempat viewing deck untuk menikmati pemandangan di Blue Mountain. Oh ya, bus 686 ini juga menggunakan Opal Card ya, dan karena batas maksimal pembayaran hanya 2,5 AUD di hari Minggu jadi itung2 kita bisa berkeliling naik bus ini secara gratis.

Dari Echo Point, kita naik bus 686 lagi menuju Scenic World. Karena musim liburan sekolah, antrian tiket Scenic World sangat panjang sehingga kami memutuskan untuk melakukan pembelian tiket via online dengan handphone. Dengan tiket online ini, kami dapat langsung masuk ke gedung dan mendapatkan gelang untuk unlimited pass keempat wahana di Scenic World yakni: Scenic Cableway, Scenic Skyway, Scenic Walkway dan Scenic Railway. Keempatnya punya sensasi sendiri dalam menjalaninya dan yeahhh.. we had fun in here.

Puas bermain, kami segera menaiki bus 686 (lagi) untuk kembali ke Katoomba Station menuju Central Station kemudian menuju hotel kami. Dari hotel, kami dijemput oleh kakak ipar yang sudah tinggal di Sydney selama 20 tahun. Kami makan ramen yang saya lupa namanya tapi enakkkk banget. Di food court ini juga ada cheese cake yang terkenal dengan antrian yang panjang melingkar bernama Uncle Tetsu. Kami juga ikutan mencobanya. Suami saya suka banget sama cheese cake ini.

Malamnya, kami menginap di rumah ipar saya dan diantar ke airport keesokan paginya untuk petualangan kami selanjutnya di New Zealand. 
 


Kamis, 11 Agustus 2016

Mengurus Visa New Zealand dan Visa Transit Australia

Hola travellers...

Saya mau share pengalaman saya mengurus visa New Zealand dan visa transit Australia. Untuk visa New Zealand, saya menggunakan jasa Dwidaya Tour karena beda dengan pengurusan visa resmi hanya 50 ribu rupiah. Jadi untuk pengurusan resmi biayanya adalah Rp 2 juta dan dengan menggunakan jasa Dwidaya Tour sebesar Rp 2.050.000. Mengingat ribetnya dan sayangnya cuti, menimbang jalanan yang macet serta biaya parkir, maka jauh lebih efektif menggunakan jasa Dwidaya Tour untuk mengurus visa New Zealand. Oh ya, untuk visa New Zealand, biaya visa dihitung per keluarga dalam KK ya.. bukan per orang.

Berikut syarat-syarat yang saya lengkapi untuk mengurus visa New Zealand beserta suami:
1. Form visa diperoleh dan diisi oleh Dwidaya Tour, kita hanya perlu tanda tangan saja.
2. Kartu Keluarga asli dan copy
3. Fotokopi akte lahir
4. Fotokopi akte nikah
5. Paspor asli
6. Foto 4x6 dua lembar
7. Surat Keterangan Bekerja
8. Rekening koran 3 bulan terakhir

That's it.. proses 10 hari kalender sudah selesai.

Selanjutnya, untuk visa transit Australia, saya urus sendiri ke Kuningan City VFS Global lantai 2. Kantornya buka jam 8.30. Saya datang jam 8 pagi dan duduk2 manis di depan toko Batik Keris lantai 2 hingga kantor VFS buka. Di depan kantornya sebetulnya ada tempat duduk + ada kantin. Namun, jika kita tidak membeli makanan atau minuman dari sana, maka siap-siap diusir seperti kejadian yang saya lihat terjadi di beberapa orang.

Dokumen yang saya siapkan untuk pengurusan visa transit Australia adalah:
1. Foto 4x6 satu lembar ditempel di form transit 876.
2. Paspor asli + fotokopi paspor bagian depan + bagian belakang + semua yang ada capnya
3. Fotokopi Kartu Keluarga
4. Fotokopi KTP
5. Fotokopi akte lahir
6. Fotokopi akte nikah
7. Rekening bank 3 bulan terakhir (ini optional tapi kata mbak VFS alangkah baiknya kalo ada)
8. Tiket proforma Jakarta - Sydney - Queenstown. Christchurch - Sydney - Jakarta (ini gratis saya minta dari Dwidaya Tour)
9. Itenary (ini saya buat sendiri dalam excel)

Jam 8.30 tepat, pintu dibuka, kita sudah bisa masuk dengan proses scanning tas dan permintaan petugas untuk mematikan handphone. Tiba di dalam, kita akan diberikan karcis nomor urut oleh petugas lainnya sebelum masuk ke dalam kantor VFS Global. Setelah masuk, kita akan diarahkan sesuai visa yang kita apply. Saya dapat nomor urut 4 dan langsung dilayani karena ada 5 loket yang buka untuk visa Australia. Pelayanan sangat cepat hanya sekitar 10 menit. Dokumen paspor langsung dikembalikan saat itu juga dan langsung di loket tersebut kita akan diminta membayar Rp 189.500 per orang untuk visa transit. Loket yang saya maksud sangat friendly seperti halnya loket customer service di bank, bukan seperti pelayanan visa Schengen di kedutaan Belanda dimana kita harus berdiri dan bicara lewat microphone.

2 hari kemudian, saya menerima email yang menyatakan visa transit saya dan suami sudah di-approve. Fyi, kami mengajukan visa transit multiple entries karena saya akan berada 3 hari di Sydney sebelum ke New Zealand dan 3 hari di Sydney setelah dari New Zealand sebelum pulang ke Jakarta. Ini sebetulnya untuk ngakalin juga supaya gak perlu bayar visa Australia yang mahal benerrrr sebesar Rp 1.7 jutaan per orang.. That's all about the story. Good luck..

Kamis, 04 Agustus 2016

Libur Lebaran di Lombok & Gili Trawangan

Congratzz buat kalian yang baca blog ini pasti lagi rencanain mau ke Lombok or Gili Trawangan. Tanggal 7 - 10 Juli 2016 lalu, kami dianugerahi Tuhan kesempatan untuk berlibur ke Lombok & Gili Trawangan. Pasukan lengkap dengan papa, mama, 2 kakak laki-laki, suami dan 3 anak kami bertolak menuju Lombok pukul 5.50 pagi naik Garuda Indonesia. Kenapa Garuda Indonesia? Karena waktu saya search di bulan April 2016, maskapai ini kebetulan sedang promo menawarkan tiket termurah dibanding maskapai lainnya menuju Lombok.

Tiba di bandara Lombok pukul 9 waktu Lombok (waktu Lombok 1 jam lebih cepat daripada waktu di Jakarta), kami segera menelpon supir mobil sewaan yang sudah saya book dari Jakarta. Karena total ber - 9 kami menyewa mobil Pregio untuk mengantarkan kami ke Pelabuhan Bangsal seharga Rp 550 ribu. Kira-kira 2 jam perjalanan dari airport ke pelabuhan Bangsal, kami tiba di pintu gerbang pelabuhan. Seperti cerita di blog teman-teman traveller, orang Lombok menganut prinsip "bagi rezeki". Jadi kita tidak akan diturunkan tepat di pelabuhan, tapi masih harus berjalan lagi sekitar 700 meteran. Dengan membawa anak kecil 3 orang + orang tua + koper kami yang seabreg banyaknya, kami memilih untuk memakai jasa cidomo (sejenis dokar singkatan dari cikar dokar mobil). Si empunya cidomo menawarkan jasa 10 ribu per orang karena high season karena masih Lebaran hari kedua. Setelah tawar menawar didapatlah harga 30 ribu untuk 1 cidomo, kami menyewa 2 cidomo.

Tiba di pelabuhan, saya segera membeli tiket untuk menyeberang ke Gili Trawangan seharga Rp 15.000 per orang + 2 tiket retribusi sebesar Rp 4.500 sehingga total menjadi Rp 19.500. Tempat pembelian tiket tidak ada jalur antrian dan sangat kacau balau, serodok sana sini baru bisa sampai ke meja kasir pembelian tiket. Saya menyebut ingin membeli tiket untuk 6 dewasa dan 3 anak. Kasir bilang, kalau gitu berarti itungannya 7 dewasa. Jadilah saya membeli 7 tiket dikali Rp 19.500 untuk menyeberang ke Gili Trawangan.

Entah memang biasa begini atau tidak tapi orang-orang yang ingin menyeberang sangat ramai sekali. Kami mendapat tiket warna kuning sehingga kami harus menunggu hingga ada panggilan : kapal kuning.. kapal kuning.. baru kami naik ke atas kapal. Naik ke atas kapal tentunya penuh perjuangan dengan koper2 yang seabreg + anak kecil karena kita harus berbasah2 ria untuk naik ke atas kapal. So... ingat ya temans, jangan pakai celana panjang. Itu tips penting pertama.

Suasana di dalam boat menuju Gili Trawangan
Setibanya di Gili Trawangan, kami belok kiri jalan kaki terusssss menuju ke hotel kami di hotel Vila Ombak.  Kami memesan 3 kamar untuk 6 dewasa dan 3 anak kecil. Review saya tentang hotel ini: lokasi strategis karena di sebelahnya ada Scallywegs (restoran teramai di Gili Trawangan), seberang hotel ada Pearl Bar yang juga sangat tersohor, bahkan jika punya uang lebih, kita juga bisa langsung menyeberang dari Lombok tiba di hotel ini dengan private boat. Namun, dari sisi interior kamar saya agak kecewa sih ya... Biasa banget, cenderung sudah tua. Kamar kakak saya malah ac-nya panas banget, sudah complain tapi tetap saja panas dan tidak maksimal. 

Setelah check in, kami langsung makan siang di restoran legendaris di Gili Trawangan yakni Scallywag. Kami order menu terkenalnya yakni lobster bbq. Nyamieee... mahal tapi bisa ditawar langsung ke tempat bbq-nya, hehe... Kalau sore, restoran ini antri panjangggg sekali oleh bule2. Mumpung ngomongin tempat makan, tempat recommended untuk makan di Gili Trawangan ini menurut saya sih selain Scallywag ini yaitu Juku restoran. Letaknya agak jauh kalau dari hotel Vila Ombak. Jadi dari Vila Ombak, jalan ke arah pasar malam, nah lurus terus saja lewati pasar malam, restoran ini terletak di sebelah kiri. Restoran ini mengakomodir seluruh hasrat makanan mulai dari Western, Chinese, Indonesian dengan harga yang murah. Pizza besar dibandrol seharga 50 ribuan sudah puasss.. Pasar malam juga ok, tapi sayangnya waktu saya kesana, selalu ramai dan penuhhh sehingga gak kebagian tempat untuk duduk.

Ok, lanjut cerita soal Gili Trawangan, tips penting berikutnya adalah kita wajib sewa sepeda. Di Gili Trawangan, alat transportasi hanya ada Cidomo dan sepeda. Sepeda tentunya jauh lebih praktis. Di bagian belakang pulau dimana terletak Aston Hotel dan hotel Ombak Sunset berada (sister company dari hotel vila Ombak) adalah tempat paling eksotis versi saya untuk menikmati sunset. Bule2 area sini pun terlihat jauh lebih eksklusif dan berduit. Untuk mencapai ke area ini, kita harus menyewa sepeda karena sangat jauh jika ditempuh dengan berjalan kaki. 
Sunset dan view dari Ombak Sunset

 Kita tidak akan serasa di Indonesia ketika sedang di Gili Trawangan. Mendadak kita jadi turis asing karena justru bule mendominasi wilayah ini. Selain bersepeda selama 3 hari di Gili Trawangan, kami habiskan juga dengan snorkeling dan keliling Gili Air serta Gili Meno. Menurut saya lho ya.. untuk snorkeling, Belitung masih lebih bagus dan menang dibanding di Gili. Kami menyewa private boat seharga Rp 1 juta untuk ber-9. Maklum lagi high season, harga ini pun kami dapat setelah mendatangi hampir ke semua tempat penyewaan boat dan setelah tarik urat menawar. 

Di hari ketiga jam 12 siang, kami kembali ke Lombok dengan menumpang public boat lagi. Kembali ke Lombok tidak ada retribusi apapun, sehingga kami hanya perlu membayar 7 tiket x Rp 15.000. Setibanya di pelabuhan Bangsal, kami segera membungkus nasi balap Puyung Cahaya yang ada di pelabuhan bangsal untuk bekal makan siang di hotel. Selepas acara bungkus membungkus, kami naik cidomo (kali ini nawar Rp 20 ribu per cidomo) untuk diantar ke pangkalan taxi blue bird. Naik 2 taxi ke hotel kami di Santosa Senggigi menghabiskan pundi-pundi Rp 100 ribu per taxi-nya. 

Setibanya di hotel, kami menikmati wisata di sekitar hotel seperti kolam renang dan pantai di belakang hotel. Di hotel ini kami memesan kamar Deluxe with pool sehingga masing-masing villa terdapat kolam renang di dalamnya. We really enjoy this hotel. Malamnya, kami keluar jalan kaki untuk membeli makan malam di kafe Tenda di samping hotel.

Di hari terakhir, kami sudah book mobil ELF seharian dengan harga 800 ribu hingga malam hari. Di hari terakhir ini, kami membeli oleh-oleh, ke desa suku Sasak dimana kami bisa berfoto gratis menggunakan pakaian adat suku Sasak dan terakhir sebelum ke airport, kami berkunjung ke Pantai Tanjung Aan. Wow, pantai ini perfect.. kerennnn banget. Pasirnya seperti lada, pemandangannya betul-betul menakjubkan. Rute pantai Tanjung Aan tidak jauh dari Airport, itu sebabnya ini jadi destinasi terakhir kami sebelum kembali ke Jakarta.

Have fun at Lombok & Gili.. enjoy God's creation :)
 

Minggu, 08 Mei 2016

Keliling Roma, Kota Bersejarah

Pagi-pagi benar kami bangun, segera packing dan naik kereta dari Milan menuju Roma (lagi-lagi dengan Trenitalia). Tiba di Roma, kami check in di hotel Welcome Piram. Jaraknya tergolong jauh dari stasiun dibandingkan hotel-hotel kami sebelumnya. Tapi ok lah.. walking distance koq. Mungkin karena uda kecapean aja di hari-hari terakhir berasanya lebih jauh. 

Beres urusan hotel, kami naik bus HOHO (hop on hop off) untuk keliling Roma. Dengan EUR 17, kami bisa naik dan turun di objek-objek wisata di Roma sesuka hati mulai dari Colloseum, Trevi Fountain hingga Bassilica St Pietro (Vatikan). Waktu paling lama kami habiskan di dekat Trevi Fountain karena dekat situ ada beberapa objek wisata lain seperti Spanish Step tempat alun-alun kota pusat keramaian kota Roma. Selain itu juga ada Via Del Corso yang lagi-lagi adalah tempat belanja.

Seharian cukup sih ya kelilingin Roma hingga malam hari. Esok harinya jam 12 siang kami sudah menuju bandara Roma untuk kembali ke Jakarta via Doha.

Tips untuk melakukan tax refund di bandara Roma:
  1. Berbeda dengan beberapa bandara lain dimana proses tax refund dilakukan sebelum check in, di Roma, kita harus check in dulu dan memperoleh boarding pass dari airline untuk bisa mengurus tax refund.
  2. Setelah check in, kita harus bilang ke petugas bahwa kita perlu koper kita untuk mengurus tax refund, jadi setelah di tagged bagage-nya oleh airline, kita baru bisa menuju custom.
  3. Di custom, kita bawa boarding pass, paspor, dokumen tax refund dari airline dan tagged luggage kita untuk menunjukkan barang belanjaan kita jika diminta. Oh ya, gak boleh dipakai dulu ya barang2nya. 
  4. Setelah dari custom, di samping custom ada meja global blue, premiere tax sama satu lagi saya lupa untuk pengurusan tax refund via kartu kredit. Nah, saya sedikit trauma soal yang satu ini karena teman-teman saya kebanyakan gagal tax refund via kartu kredit. Jadi, saya mau ngotot ngambil cash aja. Ceritanya, untuk ngambil tax refund Global Blue dalam bentuk cash adanya di GATE H sedangkan boarding room untuk pesawat Qatar saya adanya di GATE G. Jadi, bagian informasi bilang kemungkinan besar saya gak bisa dapetin tax refund saya dalam bentuk cash. 
  5. Beres dari custom, saya kembali ke petugas airline untuk taroh bagage saya. Sebetulnya di samping custom disediain tempat buat masukkin bagage kita, tapi saya takut bagage saya gak nyampe jakarta, jadi saya prefer kembali ke tempat taroh bagage di tempat check in airline. Gak perlu antri lagi, cukup bilang ama petugasnya aja kita mau taroh bagage. Toh sudah di-tag juga
  6. Nah, perjuangan belum berakhir, beres urusan bagage, kita akan masuk ke area gate2 dengan melewati berbagai pemeriksaan seperti biasa. Saya usaha masuk ke gate H, kebetulan petugas imigrasi gak ngeh saya harusnya di gate G. Pas dia uda terlanjur ngecap, dia realize bahwa gate saya harusnya di gate G tapi uda terlanjur ngecap. Jadi dengan sedikit ngomel2 dia kasih saya lewat gate H tapi nanti ke gate G-nya gak bisa balik lagi, kudu naik shuttle bus. 
  7. Jadilah saya berhasil masuk gate H dan ngurus tax refund saya secara cash dan selanjutnya menuju gate G dengan shuttle bus.
Paling gak ribet sih ngurus tax refund di Schipol. Menurut teman saya di Milan pun sama ribetnya. Oh ya, selain Global Blue, saya punya satu tax refund slip lagi di perusahaan lain (logo kuning), saya lupa namanya. Karena gak bisa cash, mau gak mau, saya urus via kartu kredit. Hingga saya tulis blog ini, tax refund-nya tidak kunjung tiba padahal janjinya 2 minggu. Untungnya nominalnya sangat kecil dibandingkan tax refund saya di Global Blue.

Demikian cerita indah saya di Eropa. Baru pulang, tapi rasanya mau balik lagi.. beautiful memories.

Milan Surga Belanja

Ketiga kalinya saya mengunjungi Milan dengan Duomo yang tetap menjadi magnetnya. Namun, kali ini saya lebih banyak menghabiskan waktu di Seravalle, factory outlet di pinggiran Milan dengan daya tarik diskonnya. 

Sebelum saya cerita soal Seravalle dan Duomo, saya mau share tentang validasi tiket kereta di Itali. Sudah menjadi cerita umum bahwa banyak teman-teman traveller yang terkena denda karena lupa melakukan validasi tiket di mesin kuning di Itali. Kapan harus melakukan validasi tiket, kapan tidak harus melakukan validasi. Jawabannya adalah apabila kamu sudah punya tiket dengan tanggal dan jam lengkap di tiketmu, maka kamu gak perlu melakukan validasi lagi atas tiketmu. Tapiiii kalau tiket kamu kosong, tanpa tanggal, berlaku biasanya 1 - 3 bulan ke depan, maka kamu WAJIB validasi tiket kamu di mesin kuning sebelum kamu naik kereta. Karena artinya, tiket kamu bisa dipakai lagi kalau kamu belum validasi dan kamu dianggap mau curang dengan pakai tiket yang sama berkali-kali. Setelah divalidasi, akan muncul tanggal dan jam kamu validasi tiket itu, mirip mesin ceklok absen di kantor-kantor.

Perjalanan ke Seravalle sebetulnya ada beberapa opsi dan yang paling murah adalah naik bus. Namun, kalau naik bus, maka kamu harus ikutan jam pergi dan pulang yang sudah ditentukan oleh operator bus. Karena saya tidak mau terikat waktu pulang, maka pilihan saya adalah naik kereta. Nah, karena saya dapet tiket yang tidak tertulis tanggalnya, maka saya kudu validasi tiket itu sebelum naik kereta. 

Seravalle adalah salah satu factory outlet favorit saya. Prada, Furla, Michael Kors, Desigual, Esprit, Loccitane, Ferrari, Samsonite, semua lengkap. Favoritnya tentu saja Prada.. antrian mengular panjang untuk masuk ke toko Prada. Harga tentu saja diskon hingga 70%. Puas belanja, saya segera naik kereta kembali ke Milan. Setibanya di Milan, saya mengunjungi Duomo, makan pizza di Spizico menjadi salah satu tempat favorit saya di Duomo. Hanya saja, untuk berbelanja barang branded, terutama tas, tidak saya sarankan di Duomo. Harganya lebih mahal sekitar 10 - 30 persen dibandingkan di toko-toko lainnya di Eropa.

Duomo, my favourite one


Selama saya di Eropa mulai dari Amsterdam, Paris, Luzern, Milan toko-toko tutup jam 9 malam, mungkin karena saya pergi musim semi dimana matahari masih bersinar terang hingga jam 9 malam. Puas berbelanja, kami pun kembali ke hotel untuk packing dan segera mengakhiri perjalanan kami di kota terakhir, Roma.

 

Sehari di Venice

Venice, kota air yang memukau, begitu kata orang-orang. Buat saya, mungkin karena saya bukan orang yang romantis, Venice biasa aja. Berangkat pagi hari dari Milan ke Venice, kami tiba sebelum pukul 11 siang. Setelah keluar dari kereta, kami membeli tiket vaporeto di tourist information seharga EUR 7,5 sekali jalan. Bisa dipakai jika masih dalam waktu 1,5 jam. Kami segera menuju San Marco, tempat keramaian turis.

Tiba di San Marco, berkeliling di sekitar Bell Tower tidak membawa kesan berarti buat saya. Mungkin karena saya pergi di hari Jumat sehingga alun-alun San Marco begitu ramai oleh turis cenderung sesak. Kami pun makan di pinggiran San Marco dengan menu khas Itali pizza + spaghetti. Karena waktu kepulangan kami dari Venice ke Milan masih sangat lama yaitu jam 6 sore, maka kami memutuskan untuk kembali ke stasiun dengan berjalan kaki santai melewati Rialto Bridge, pasar-pasar, gang-gang kecil. 

Picture taken from Vaporetto

Peta di Venice berbayar seharga EUR 2. Kami tidak membeli peta dan memutuskan untuk mengikuti petunjuk jalan sambil berjalan santai. Kami tidak nyasar dan tiba di stasiun sekitar 1,5 jam kemudian karena diselingi duduk2 kalau cape, masuk2 toko kalau bosan dan mencoba menikmati Venice dengan menyusuri gang2 kecilnya itu. Tiba di stasiun yang masih kepagian juga, kami pun lagi2 menyantap pizza di stasiun. Rasanya lebih enak daripada yang kami makan di resto di Venice.

Secara umum, Venice tidak terlalu berkesan buat saya, tidak perlu menginap, sehari saja rasanya lebih dari cukup untuk menyusuri kota Venice. Mungkin beda tipe orang bisa jadi beda cerita. Oh ya, saya tidak naik gondola karena sudah pernah di kunjungan sebelumnya dan menurut saya lagi2 biasa aja.

Keindahan Alam di Luzern & Mount Titlis

Waktu yang paling saya nantikan pun tiba. Sepanjang perjalanan ke Eropa, saya paling menantikan Swiss. Dua kali saya sudah ke Swiss dan dua kali itu pula saya terpukau, terpesona, kagum luar biasa akan karya ciptaan Tuhan di Swiss. Pagi hari kami berangkat dari stasiun Gare du Lyon (ingat ya bukan dari Gare du Nord, Gare Du Nord hanya untuk stasiun kedatangan dari luar Paris sedangkan untuk keberangkatan dari Gare Lyon). Setibanya di Luzern, saya segera mencari hotel kami di Swiss Quality. Letaknya sangat strategis  di seberang stasiun dan dekat Mc Donald & Burger King. 

Setibanya di hotel, kami check in dan menitipkan koper karena masih jam 11 siang. Setelah itu, kami segera menuju Lake Luzern untuk berjalan kaki tanpa arah melihat kebaikan Tuhan di Luzern dengan pemandangan yang super duper indah. 

Lake Luzern
Setelah itu, kami belanja cokelat Swiss yang terkenal. Sekedar tips, belanja cokelat sebaiknya di Manor di lantai bawah, jangan di toko para turis. Harganya berbeda sangat jauh. Untuk cokelat Lindt isi 5 di Manor hanya EUR 10 (per pcs sekitar EUR 2) sedangkan di tempat belanja para turis isi 3 seharga EUR 12 (per pcs sekitar EUR 4). Padahal Manor sangat dekat, hanya berjalan sedikit dari tempat belanja para turis. Selain itu, kami juga mengunjungi toko sepatu Bata untuk membeli sepatu boot yang lagi diskon besar.

Siangnya, kami bersantap di Mc Donald dekat hotel. Karena saya tidak berniat untuk menukarkan uang Swiss Franc jadi semua transaksi di Luzern saya gunakan kartu kredit. Di Swiss, belanja 3 EURO pun bisa menggunakan kartu kredit. Lelah menyusuri objek wisata di Luzern seperti Lion Monument, Lake Luzern, shopping, kami pun kembali ke hotel dan beristirahat agar esok hari memiliki tenaga yang cukup untuk naik ke Mount Titlis.

Sengaja saya tidak membeli tiket Mount Titlis lebih dulu via internet karena cuaca senantiasa berubah di Swiss. Bisa jadi di accuweather.com cerah tapi esok hari cuaca berubah menjadi badai salju. Jadi, atas saran pihak hotel, kami menunggu hari H hingga membeli tiket Mount Titlis. Pagi harinya, kami segera membeli paket komplit ke Mount Titlis (bus+semua wahana) seharga CHF 119 per orang setelah dipastikan cuaca mendukung untuk ke Mount Titlis.

Jam 8 pagi kami sudah berangkat ke Engelberg naik kereta. Sepanjang perjalanan, pemandangan sangatttt indah. Setibanya di Engelberg, kita harus naik shuttle bus gratis menuju ke Mount Titlis. Ada papan petunjuk menuju bus gratis tersebut. Jarak antara stasiun dan kaki Mount Titlis sangat dekat, naik bus tidak sampai 5 menit. 

Kami bermain salju di Mount Titlis, kebetulan sedang hujan salju juga. Selain itu kami juga mencoba chairlift di tengah dinginnya salju karena tiketnya sudah termasuk. Puas bermain salju, kami mencicipi ice cream Movenpick yang terkenal di area cafe. Disini juga tersedia tempat berfoto dengan menggunakan pakaian tradisional Swiss tapi kami enggan mencoba karena sudah cukup berfoto dengan pakaian tradisional Belanda. 

Dari jam 10 hingga jam 1 kami bermain dan kemudian kembali ke stasiun Engelberg dengan menggunakan shuttle bus gratis tadi. Setibanya di stasiun Luzern, kami mencicipi Chinese food di pojokan stasiun. Rasanya sangat lezat sekali, kami memesan nasi sapi lada hitam seharga CHF 16,5 tapi bisa untuk makan berdua karena porsinya yang besar. 

Jam 5.40 sore kereta membawa kami ke Milan. Ada insiden dalam perjalanan dari Luzern ke Milan. Jadi ceritanya kami harus transit sekitar 30 menit di Arth Goldau sebelum pindah kereta menuju Milan. Ternyata kereta yang kami tumpangi di Luzern mengalami kendala teknis sehingga setelah 25 menit belum ada kejelasan apakah kereta kami akan berangkat atau tidak. Tentu saja, tiket kereta kami dari Arth Goldau ke Milan terancam hangus. Kemudian saya bertanya kepada Bapak2 yang duduk di seberang kami di kereta. Menurutnya hal ini hampir tidak pernah terjadi bahwa kereta di Luzern mengalami keterlambatan seperti ini. Di tengah kepanikan, bapak2 tersebut mengajak kami pindah kereta ke kereta sebelah kami yang juga akan menuju Arth Goldau.  

Saya yang panik masih menanyakan apakah hal ini tidak apa2 karena kami tidak punya tiket kereta di sebelah? Selain itu, tiket kereta saya langsung menuju Arth Goldau sedangkan kereta sebelah mampir ke beberapa tempat terlebih dahulu? Bapak2 itu bilang: nanti kalau train manager dateng, saya yang akan bantuin ngomong. Duh, baik banget bapak ini. Tapi emang orang Swiss baik2. Setiap saya pasang muka bingung dimanapun, ada aja yang nyamperin nanya: Can I help you?

Akhirnya kami buru2 pindah ke kereta sebelah yang hampir aja jalan. Di tengah perjalanan, saya tidak duduk, tapi berdiri di depan pintu kereta supaya begitu sampai di Arth Goldau bisa langsung menuju ke kereta selanjutnya ke Milan. Itungan matematikanya, saya pasti terlambat naik kereta menuju  Milan, begitu kata si Bapak2. Dia juga mempersiapkan saya bahwa kalau saya terlambat, maka saya harus beli tiket dan naik kereta berikutnya jam 8 atau jam 9. Terus kalau saya naik kereta jam 8 saya akan tiba jam 11.30 malam tapi kalau naik kereta jam 9 saya akan tiba jam 11 malam karena kereta yang satu transit2.. blablabla, saya gak nyimak lagi karena panik. Si bapak ini menemani saya berdiri dekat pintu kereta dan sibuk mencari info soal perjalanan saya. Dia juga sudah mencari tau peron nomor berapa kereta saya. Menjelang  ketibaan kami, train manager datang dan menanyakan tiket kami. Beliau mencoba scan barcode tiket kami tapi gagal terus. Akhirnya entah si bapak2 itu ngomong apa, akhirnya begitu tiba, kami dikasih turun dan si bapak2 itu uda nenteng koper gede saya supaya lebih cepat. Emak saya sampai takut mikirnya koper kami mau dibawa lari oleh si bapak2. Setibanya di peron, ternyata kereta kami ke Milan juga delay 3 menit sehingga kami masih keburu naik kereta dan setelah naik keretanya pun langsung berangkat. Puji Tuhan atas penyertaannya atas perjalanan kami ini. 

Kami tiba di Milan pukul 9.30 malam dan segera check in di Ostello Bello Milan Grande yang letaknya sangat dekat dengan stasiun Milano Centrale. Cerita selanjutnya di Milan, next posting yaaaaa.... 

Rabu, 20 April 2016

Belanja di Paris

Hari ketiga perjalanan kami dimulai dengan kerek2 koper ke Dam Square. Niatnya sih mau kerek2 koper hingga Amsterdam Central. Tapi baru beberapa langkah keluar hotel, ada taxi berhenti dan menawarkan kami untuk mengantarkan ke Amsterdam Central Station. Deal di harga EUR 7, supir taxi ganteng tersebut segera mengangkat koper kami dan meluncur ke Amsterdam Central Station. Tiba di Amsterdam Central Station bagian belakang (karena supir yang baik hati ini menawarkan untuk mengantar hingga depan platform keberangkatan ke Paris), argo taxi sudah lebih dari EUR 7, namun Pak Supir Taxi bilang: "7 EURO enough, I already promise it will cost 7 EURO". Thank God and thank to you Mr driver.

3 jam 17 menit perjalanan kami hingga akhirnya tiba di Paris Gare Du Nord. Begitu sampe, aura Eropa langsung berubah. Banyaknya imigran kulit hitam membuat kota ini tidak terlalu nyaman terutama di stasiun-stasiun metro. Tidak lama setelah kami datang terdengar teriakan dari ibu-ibu yang kecopetan. Oh man.. Pernah sekali saya lagi kutak katik mesin pembelian tiket, terdengar suara pengemis dari belakang : Heyy... it's not right!.. dia pun menghampiri kami. Kami segera kaburrrrr.... 

Tapiiiii trust me, Paris tidak seseram yang dibaca di blog2 yang menakutkan. Paris cukup nyaman buat saya sih ya... Hotel kami dekat dengan Gare du Nord di Ibis. Review-nya bisa dibaca disini: http://puputravel.blogspot.co.id/2016/04/review-hotel-di-eropa-sebelum-mulai.html

Tiba di Paris sekitar jam 11.30 dan beres urusan check in hotel, kami segera kembali ke stasiun untuk membeli tiket metro. Kami membeli tiket 1 carnet (isi 10 tiket T+) di tourist information seharga EUR 15.5. Keesokan harinya saya baru tau ternyata beli tiket di mesin lebih murah 1 carnet = EUR 14.1. Karena 1 carnet isi 10 tiket, saya bisa share tiket T+ ini bareng nyokap. Tiket T+ juga berlaku untuk bus. Kami segera naik metro menuju gereja Notredame, Arc de Triomphe, Champ Ellyse, museum Louvre untuk sekedar berfoto-foto. Maklum, kami berdua bukan penggemar museum. Dekat museum Louvre ada toko bernama Benlux. Toko ini selalu dikunjungi oleh tour-tour Indonesia sehingga terdapat mbak-mbak yang bisa bahasa Indonesia. Harga jual toko ini juga lebih murah dari Galleries Lafayette. Saya tahu toko ini karena pernah kesini sebelumnya dengan tour. Nah, dari mbak-mbak inilah saya tau di belakang tokonya ada restoran bernama Higuma yang sangat enak dan cocok untuk lidah Indonesia. Higuma merupakan resto perpaduan China, Korea dan Jepang. Ramennya enakkkk... Tapi lagi-lagi tidak halal ya..

Di Benlux kami tidak belanja apa2 karena akan mengunjungi factory outlet di La Valle keesokan harinya. Dari Benlux, kami menuju Galleries Lafayette untuk cek-cek harga dan cuci mata saja. Malamnya, kami pergi ke menara Eiffel yang tersohor untuk foto2 dan nutella crepes yang legendaris. Oh ya, saya juga membeli maccaron yang katanya enak di dekat Louvre dan di Galleries Lafayette. Ceritanya mau nyobain macaron beda toko. Enak sih dua2nya yaaaa...




Cape window shopping dan foto2 kami pulang kembali ke hotel dekat stasiun Gare du Nord. Keesokan paginya, kami menuju Eiffel tower untuk naik ke summit alias puncaknya. Tiket juga saya beli via online. Sekitar jam 11.30 kami turun dari menara untuk menuju ke La Valle, surga belanja. Harga barang-barang yang sudah kami lihat di Benlux dan Galleries Lafayette kami borong di La Valle dengan harga diskon sebesar 30% - 70%. Longchamp, Michael Kors, Furla dll.. haizz lengkap dhe..

Selesai ngeborong, kami masih kembali ke Galleries Lafayette untuk membeli produk Tory Burch yang gak ada di factory outlet di La Valle. Setelah capek poollll... kami pun kembali ke hotel untuk siap-siap berangkat keesokan harinya ke Luzern. 


 

Terpukau di Kota Amsterdam

Yey... Amsterdam, here we come. Begitu pesawat mendarat, saya sangat bersyukur bahwa akhirnya semua lancar dan kami bisa tiba di Amsterdam. Melewati imigrasi dengan pertanyaan standar seperti berapa lama (11 hari), tujuannya apa (liburan), abis ini kemana (Paris, Swiss, Italy). Proses menunggu bagasi sangat lama sekitar 1 jam, mungkin karena saya long transit jadi koper saya keluar hampir paling belakangan.

Begitu urusan koper beres, saya segera ke arrival hall 2 ke tempat tourist information untuk membeli Amsterdam Travel Card 2 days seharga EUR 20 per orang. Saya sudah hitung2 kartu ini yang paling menguntungkan buat saya karena akan mengunjungi Keukenhof keesokan harinya. Dengan kartu ini, saya bebas bolak balik naik kereta dari dan ke kota Amsterdam dari bandara. 

Tips paling penting selama naik kereta, metro, MRT di Eropa adalah urusan layar yang menunjukkan platform. Langkah pertama selalu dimulai dari melihat platform mana kereta yang akan menuju ke Amsterdam Central. Bisa jadi ada 2 atau lebih platform yang menunjukkan hal tersebut. Kita tinggal pilih salah satunya karena waktu keberangkatan pasti beda-beda. Contoh karena saya liat di platform 2 ada kereta menuju Amsterdam Central namun waktunya tinggal 1 menit lagi, saya pilih platform 3 saja karena masih 5 menit lagi sehingga saya bisa tenang2 melalukan validasi (check in) di mesin sebelum menuju ke platform. Platform terletak di bawah sedangkan mesin validasi (check in) terletak di atas sebelum turun eskalator.

Tiba di Amsterdam Central sekitar 15 menit perjalanan, saya langsung naik tram no 16 menuju Dam Square dan dari halte mulailah kerek2 koper hingga tiba di hotel Doria. Review hotel ini bisa dilihat di artikel http://puputravel.blogspot.co.id/2016/04/review-hotel-di-eropa-sebelum-mulai.html

Beres urusan taroh2 koper di hotel, saya segera berjalan kaki mengelilingi Amsterdam mulai dari Dam Square, Central Station, Royal Palace dan window shopping di sekitarnya. Saya juga mencoba kentan goreng Manekin Pis yang terkenal (menurut saya rasanya biasa banget). Setelah cape, saya naik tram nomor 5 menuju Museumplein. Karena bulan April, sudah jam 8 malam pun di Amsterdam masih terang benderang. Namun, jetlag tak bisa ditolak, kami pun segera kembali ke hotel, masak nasi + tuna kalengan yang saya bawa dari jakarta dan menikmati makan malam. Matahari terbenam sekitar pukul 9 malam.
Foto di Amsterdam Central Station




Hari kedua di Amsterdam, jam 8 pagi kami sudah di Amsterdam Central naik kereta menuju ke Schipol Airport. Kami menggunakan Amsterdam travel card 2 day pass yang sudah saya beli sehari sebelumnya. Kami langsung menuju terminal arrival hall 4 dan naik bus menuju Keukenhof. Tiket bus PP + tiket masuk Keukenhof sudah saya beli via online seharga EUR 24 per orang. Keukenhof adalah surga bagi pecinta bunga. Saya yang bukan pecinta bunga pun dibuat kagum dengan bunga yang sangat indah berwarna warni. Ada 7 area di Keukenhof. Salah satunya adalah Windmill tempat rumah kincir angin berada.
Di area Windmill Keukenhof


Puas melihat-lihat bunga di Keukenhof, kami kembali naik bus 858 menuju Schipol airport dan lanjut naik kereta ke Amsterdam Central Station. Dari Amsterdam Central Station, jalan kaki melewati platform 15 terdapat eskalator naik ke atas. Nah, disini bus-bus antar kota berada. Naik bus nomor 316 menuju Volendam dengan membayar tiket per orang sebesar EUR 10. Tiket bus dibayar langsung ke supir bus.

Di Volendam seperti halnya orang Indonesia lainnya, kami mencari toko foto De Boer untuk foto menggunakan kostum tradisional Belanda sebesar EUR 19 untuk 2 orang dan mendapatkan 2 foto ukuran sekitar 5R. Sambil menunggu foto jadi, kami makan di Fish n Chips yang terkenal di kalangan lidah orang Indonesia. Di Fish & Chips, kami bertemu banyak sekali orang Indonesia. Kami juga membeli keju di Cheese Factory. Fish & Chips terletak berseberangan dengan Cheese Factory.

Berjalan menyusuri desa Volendam cukup menyenangkan. Menyusuri pertokoan dan cafe2 tempat para bule berjemur sambil menikmati minuman di luar cafe. Sepanjang jalan penuh dengan kapal2, pertokoan, cafe. Setelah bosan, kami pun kembali menaiki bus dengan nomor yang sama menuju Amsterdam Central. 

Waktu tersisa di sore dan malam hari kami habiskan dengan berjalan-jalan di sekitar Dam Square dan Red Light District yang tentunya penuh dengan wanita-wanita di etalase. Di samping kawasan Red Light District terdapat China town dimana terletak restoran Chinese legendaris bernama Nam Kee. Kami makan malam di restoran tersebut. Tidak lama setelah kami masuk, restoran ini sudah penuh antrian mengular hingga ke jalanan. Rasanya memang lezat dan cocok di lidah saya. Menu favoritnya adalah Wonton Soup, kerang, sapi lada hitam. Saya sendiri memesan wonton soup dan nasi goreng. Porsinya sangat besar sehingga nasi gorengnya saya bungkus untuk dimakan keesokan paginya. Masih lezat. Restoran ini tidak halal ya saudara-saudari...

Demikian cerita saya di Amsterdam. Esok hari kami akan lanjut ke Paris dengan kereta cepat Thalys...

Perjalanan Menuju Amsterdam dengan Qatar Airways

Hola.. hari yang dinanti akhirnya tiba. Saya dan nyokap akan segera terbang ke Amsterdam menggunakan Qatar Airways. Sebelumnya saya transit di Kuala Lumpur menggunakan Lion Air. Karena nyokap juga belom pernah ke Kuala Lumpur, saya sengaja mencari penerbangan di pagi hari. Ada 2 alasan di baliknya. Pertama untuk jaga-jaga kalau terjadi keterlambatan pada penerbangan ini. Kedua pengen jalan-jalan singkat di Kuala Lumpur.  

Begitu mendarat, kami segera turun ke bawah mencari aerobus dengan tujuan KL Sentral. Setelah tiket dibeli, jam 1.30 siang kami meluncur ke KL Sentral. Tiba di KL Sentral, hal pertama yang dilakukan adalah mencari loker penitipan koper. Saya dan nyokap membawa 2 koper besar, 1 koper kecil di kabin jadi wajib hukumnya untuk menitipkan koper sebelum jalan. Penitipan koper di KL Sentral terletak di pojokan hall. Harga loker untuk seharian yang dapat menampung 2 koper besar + 1 koper kabin adalah ukuran large dengan harga RM 20. 

Beres urusan koper, kami segera meluncur ke Bukit Bintang menggunakan monorail untuk mengisi perut yang keroncongan. Puas keliling2 di Bukit Bintang, kami naik bas Go KL Green Line (gratis) menuju Twin Tower. Cara liat line-nya ada di bagian depan bus ada tulisan jalan-jalan. Nah, ada tulisan Green Line berarti rute Bukit Bintang - KLCC dan  sebaliknya.





Puas foto-foto di KLCC, kami segera kembali ke KL sentral menggunakan MRT. Oh ya, pembelian tiket monorail dan MRT kami lakukan menggunakan mesin dengan tanya2 ke orang di depan antrian.

Jam 17.30 kami sudah tiba di KL sentral  dan membeli tiket KLIA express untuk ke KLIA. Ingat ya bukan ke KLIA 2 tapi ke KLIA karena pesawat Qatar adanya di KLIA.

Pesawat Qatar sangat nyaman, buat saya sih gak ada bedanya dengan Emirates. Malah urusan perut, saya lebih cocok dengan Qatar. Tiba di bandara Hamad International, kami harus berjalan jauh menuju area tengah tempat layar-layar keberangkatan berada. Ciri khas bandara ini adalah boneka teddy bear yang sangat besar yang ditaroh di tengah2 aula. Oh ya, waktu saya 2x mengunjungi bandara ini, mereka sedang melakukan uji coba kereta kecil yang menghubungkan area kedatangan dan keberangkatan. Karena letak antara tempat kedatangan dan keberangkatan sangat jauh. Namun, selama masih uji coba, mereka menggunakan sejenis mobil-mobil golf untuk mengantar dan menjemput orang-orang yang keletihan maupun 'disable' dari satu tempat ke tempat lain.



Bandara Hamad Doha sangat nyaman. Banyak area pertokoan seperti halnya di Dubai. Selain itu juga tersedia Man Quiet Room, Woman Quiet Room dan Family Quiet room dimana di dalamnya tersedia tempat rebahan/ tempat duduk tiduran untuk penumpang dengan long transit seperti saya. Jika man dan family quiet room tertutup dengan pintu kaca tembus pandang, woman quiet room tertutup rapat sehingga tidak bisa dilihat dari luar. Banyak sekali orang tidur di dalam ruangan2 ini. Hampir 9 jam transit tidak terlalu terasa karena fasilitas yang tersedia di bandara ini. Ada tempat main anak dan tempat minum keran yang tersedia di setiap luar toilet.

Setelah 9 jam menunggu, akhirnya pesawat yang menerbangkan kami ke Amsterdam siap dan taraaaa.... tibalah kami di Schipol Airport Amsterdam. Yey... here we come Amsterdam.

Review Hotel di Eropa

Review Hotel Di Eropa

Sebelum mulai cerita perjalanan saya ke Eropa, saya coba review dulu hotel-hotel yang saya singgahi satu persatu. Oh ya, semua hotel yang saya inapi adalah twin room dengan private bathroom.

Amsterdam - Hotel Doria
Hotel ini sangat strategis karena terletak di Dam Square. Naik tram nomor 16 atau 24 dari Amsterdam Central Station, turun di Damsquare, jalan dikit ke arah kiri sampe dhe di hotelnya. Tadinya saya mau nginep deket2 stasiun Amsterdam central tapi setelah cari-cari, harganya gak ada yang masuk di budget saya.

Harga waktu saya nginep di 9-11 April 2016 yaitu 130 EURO per malem untuk twin room uda termasuk breakfast. Breakfast-nya sih jangan ngarep kaya hotel-hotel di Indo ya. Paling ada croissant, yoghurt, selai berbagai jenis, tomat, juice, telur rebus. Tersedia Wifi dengan jaringan yang super bagus di hotel ini. Kalau nginep, dapet juga 10 persen diskon untuk makan di restoran di bawah hotel (saya gak nyoba karena mereka jual pizza, saya pikir pasti lebih enak pizza di Italy).

Kamarnya kecil hanya cukup untuk 2 tempat tidur, bisa buat naroh koper 2 yang gede, 2 yang kecil, ada TV dan yang penting buat saya kamar mandinya bersih. Ada bathtub di kamar mandi.

Oh ya, sebelum saya dateng, beberapa hari sebelumnya saya email dan minta kamar di bagian belakang karena menurut review yang saya baca, hotel ini berisik di waktu malam karena letaknya yang bener2 di Dam Square. Jadi saya dapet kamar di bagian belakang dan gak denger bunyi berisik sama sekali pas tidur.

Di seberang hotel di pojokan hoek ada tempat souvenir yang menurut temen saya yang uda survey merupakan toko souvenir termurah di Amsterdam. Namanya I Love Sale (EUR 5 SHOP). Ini juga deket banget ke Maddam Tussaud dan di sebrangnya ada jalanan penuh pertokoan semacam Zara, H&M, C&A, dll.. bener2 di pusat kota jadi gak cape kemana2. Di hari terakhir perjalanan saya, saya ke Amsterdam Central station buat menuju Paris pesen taxi hanya 7 EURO sampai stasiun. Itu uda termasuk diberhentiin di belakang stasiun (agak muter jalanannya) supaya bisa langsung ke platform menuju kereta yang ke Paris + dibawain koper ama supir taxi yang guantengggg... hehe..

Paris - Ibis Gare Du Nord TGV
Lokasinya deket banget sama stasiun. Keluar stasiun ambil keluaran yang Napoleon. Begitu keluar ada pertigaan, masuk aja ke jalanan depan pertigaan itu, hotelnya sebelah kanan. Hotel ini juga deket banget ke Carrefour jadi gampang buat beli cemilan kaya buah2an atau minuman. Saya tiap hari beli strawberry cuma 0.99 EURO sekotak besar di Carrefour + air mineral kemasan 1,5 liter cuma 0,2 EURO.

Kamarnya lebih luas dikit dari Hotel Doria di Amsterdam, tapi wifi kalah kenceng dari hotel Doria.  Harga waktu saya nginep di tanggal 11-13 April 2016 adalah 102 EURO per malemnya. Nyaman banget karena kamarnya bersih dan bagus. Kamar mandi juga bersih. Untuk breakfast kalau mau kudu nambah 10 EURO per orang, saya sih ogah, better makan deket2 stasiun. Mc Donald juga ada dan lebih murah di sekitar hotel.

Hotel Waldstatterhoff Swiss Quality - Lucerne Swiss
Lokasi hotel ini super deket ama stasiun Lucerne. Pas di sebrang Burger King & tourist information di stasiun. Deket banget juga ama Mc Donald dan Burger King. Mumpung bahas makanan, di stasiun ada chinese food enak yang namanya Scent Bamboo Chinese food. Buat lidah saya cocok banget sih masakan ini.
Karena deket stasiun, tentu saja hotel ini sangat dekat kemana-mana mulai dari Chapel Bridge, tempat belanja maupun Lake Lucerne. Harga waktu saya nginep di tanggal 13 April 2016 adalah 171 CHF exclude breakfast. Kamar luas dan besar tapi tanpa AC sebagaimana hotel2 lainnya di Lucerne. Kamar mandi juga luas dengan bathtub. Ada welcome chocolate yang diberikan di kasur. Highly recommended with high price.

Ostello Bello Grande Hostel Milan
Lokasinya sangat strategis, keluar stasiun nyebrang jalan dikit belok kanan langsung keliatan tulisan hostel ini secara vertikal. Buat backpacker hostel ini pastilah sangat nyaman. Selain lokasi yang strategis, hostel ini menyediakan makan pagi dari jam 7 pagi hingga 12 siang serta makan malam dari jam 7-9 malam. Ada welcome drink dengan pilihan wine, beer, cocktail, juice dan air putih. Juga ada dapur 24 jam di lantai 6 yang bisa digunakan untuk memasak, dll dengan bahan-bahan yang disediakan oleh pihak hostel. Ada yoghurt di kulkas, roti2an, cokelat, keju, buah2an dan spaghetti di dapur ini. Juga ada mesin cuci untuk laundry serta game station sambil nunggu cucian.
Hostel ini menyediakan kamar isi 6, 8 dll. Saya sendiri menginap di private twin room dengan private bathroom. Kamarnya nyaman, kamar mandi juga ada bathtub. Hanya saja tidak ada TV di kamar. Saya menginap 3 malam di hostel ini. Harga per malam di tanggal 14 April 2016 adalah 118 EURO per malam. 

Oh ya, hostel ini menyediakan bar 24 jam juga jika haus, tinggal isi air putih di botol. Hostel ini juga ada resepsionis 24 jam yang bisa ditanya2 seputar peta, dll. Mereka bahkan menyediakan juga free walking tour untuk 3,5 jam setiap hari. Wifi juga sangat kenceng di hostel ini. Mereka juga meminjamkan modem buat kita2 yang butuh wifi selama jalan2 di Milan. Paket lengkap dhe kalo mau irit.

Welcome Piram Hotel - Roma
Ini hotel paling bonafid selama saya nginep di Eropa. Jika hotel-hotel lain meminta pembayaran di awal, hotel ini sama sekali tidak minta bayaran duluan. Hotelnya juga elegan, klasik, kamar besar, kamar mandi besar, perlengkapan mandi yang lengkap. Letaknya dekat stasiun tapi gak deket2 amat. Sekitar 300 meter dari stasiun.

Enaknya karena dekat stasiun, dekat banyak restoran dan gampang jika ingin naik bus hop on hop off. Wifi juga sangat kenceng di hotel ini. Tarif saya menginap di tanggal 17 April 2016 adalah 122 EURO per malam sudah termasuk tax per person (harga di booking.com belum termasuk tax sebesar 12 EURO per malam).

Sekalian bahas restoran lagi, di sebrang stasiun ada restoran Chinese food (tidak halal) dengan nama Restoranet F&B Mai Zi Yuan (Hong Kong). Enak dengan harga reasonable.

Sekian review saya tentang hotel-hotel di Eropa.


Kamis, 28 Januari 2016

Jalan ke Eropa Tanpa Tour - Planning & Preparation

Tulisan ini saya dedikasikan untuk rekan-rekan yang sedang galau memutuskan pergi ke Eropa ikut tour atau jalan sendiri. Saya sudah 2x ke Eropa dan keduanya ikut paket tour dari biro perjalanan yang dapat dikatakan bergengsi. Namunnn.... saya berani bilang bahwa sebelum pergi ke Eropa dengan jalan sendiri, serasa belum pernah ke Eropa beneran. Sensasinya jauh banget, pengetahuan dan kenikmatannya juga jauh banget. 

Nah, sekarang saya mau cerita soal ke-nekad-an saya ngajak mama ke Eropa berdua tanpa tour. Pertimbangannya adalah mama saya uda umur 55 taon ini dan belum tentu di taon-taon mendatang mama masih kuat saya ajak jalan plus lari sana sini di Eropa ala semi backpacker. Dan baru kali ini saya mau nekad juga nulis blog karena mau berbagi ke teman-teman seperjuangan di luar sana yang punya rute Eropa, kebingungan, ketakutan yang sama dengan saya menghadapi cerita-cerita Eropa yang menyeramkan di luar sana (copet, bahasa, budaya, dll).

Yup, ceritanya dimulai ketika di awal November 2015, salah satu teman kantor saya menginformasikan adanya tiket murah ke Eropa naik Qatar Airways di bulan April 2016. Saya segera berburu tiket via skyscanner.com dan mendapatkan tiket Kuala Lumpur - Amsterdam dan Roma - Jakarta seharga Rp 6.285.513,- nett per orang. Setelah tiket didapat, saya mulai dipusingkan urusan itenary, hotel dan terutama visa. Ya, visa menjadi momok bagi saya karena seumur-umur saya belum pernah punya pengalaman mengurus visa sendiri tanpa travel agent. Setelah dikuatkan oleh cerita blogger lainnya, saya mulai mengurus visa sesuai amanah dari para senior blogger. Blog terkait visa yang paling membantu buat saya yaitu http://www.jambukebalik.com/2014/12/pengalaman-mengurus-visa-schengen-di.html. Saya salut banget ama Eki yang masih muda belia banget tapi bikin blog yang bikin saya kesengsem abiz. Saya manut ama semua saran Eki di blog-nya dan mulai mengurus visa di tanggal 15 Januari 2016. Hal lain yang mau saya tambahkan dalam mengurus visa di Kedutaan Belanda adalah kalau kamu dateng sebelum jam 7.30 pagi sedangkan kamu dapet jadwal jam 8 pagi, kamu bisa nongkrong di tukang mie yang jualan di depan Kedutaan Belanda daripada cape berdiri di depan gerbang. Kamu bakal baru boleh masuk jam 7.30 dan mengurus segala printilan terkait visa. Akhirnya seminggu kemudian, saya dan mama dengan mulus mendapatkan visa Schengen.

Karena ngajak mama, tentunya saya gak pake sistem backpacker2 amat dalam arti saya menjaga sebisa mungkin jangan sampe mama kudu tidur di stasiun ataupun kereta-kereta di Eropa. Saya mencoba booking hotel-hotel yang sangat layak tinggal sehingga secara komposisi untuk biaya hotel per orang, saya menghabiskan lebih mahal daripada tiket pesawat. Untuk review terkait hotel-hotel tersebut akan saya tuliskan secara terpisah nanti yaaa...


Kali ini fokus saya adalah saya mau share soal transportasi antar negara di Eropa untuk tipe itenary seperti saya (Amsterdam - Paris - Lucerne - Milan - Venice - Milan - Roma - Vatikan). Saya melakukan banyak browsing terkait transportasi antar negara di Eropa dan akhirnya saya menemukan bahwa yang paling murah (gak ada yang ngalahin) adalah kalau kamu beli tiketnya point to point alias satuan dan jauh-jauh hari. Jadi, begitu visa diperoleh, langkah pertama saya adalah segera masuk ke web seat61.com dan membeli segala tiket kereta yang diperlukan antar negara.Kata kuncinya adalah : JAUH JAUH HARI yang berarti 3 bulan sebelumnya.




Seluruh tiket di atas adalah harga untuk 2 orang. Hal yang paling menyenangkan dari perjalanan ke Eropa tanpa tour adalah menyusun itenary yang disesuaikan dengan keinginan pribadi. Selain itu, dengan transportasi kereta antar kota, kita dapat menghemat banyak waktu dibandingkan menggunakan bus dengan tour. Pengalaman 2 kali saya ke Eropa sebelumnya, waktu banyak dihabiskan di perjalanan dengan bus dan banyak tempat wisata yang hanya dinikmati sangat sebentar hanya untuk photo stop saja.  

Sekian dulu cerita saya soal planning dan preparation ke Eropa...